Edisi 1831
Shalat merupakan perkara yang pertama kali akan dihisab pada seorang hamba dari perkara-perkara ibadah yang lain. Apabila shalat seorang hamba dilakukan dengan baik, maka akan baik amalnya, namun apabila shalat yang dilakukan oleh seseorang tidak baik, maka akan rusak amal yang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (H.R. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan, Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Biasakan shalat tepat waktu (di awal waktu)
Salah satu ciri seseorang mengerjakan shalatnya dengan baik ialah dengan tidak menunda-nunda untuk mengerjakan shalat saat sudah mulai masuk waktu shalat. Hal ini dikarenakan mengerjakan shalat pada awal waktunya merupakan salah satu amalan yang paling utama sebagaimana perkataan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol. Beliau pun menjawab, “Shalat di awal waktunya.” (H.R. Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Namun, terkadang kaum muslimin memiliki alasan atau udzur tertentu yang menyebabkannya tidak bisa shalat pada awal waktunya sehingga ia terlambat dan menyebabkan dirinya tertinggal satu atau beberapa rakaat dari sang imam atau bahkan tidak bisa melakukan shalat secara berjamaah. Padahal shalat berjamaah memiliki banyak keutamaan daripada melakukan shalat secara sendirian sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yaitu diantaranya
“Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia berjalan untuk menunaikan shalat wajib yaitu dia melaksanakan shalat bersama manusia atau bersama jama’ah atau melaksanakan shalat di masjid, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (H.R. Muslim)
Oleh karena itu, jika seseorang tidak bisa melakukan shalat pada awal waktunya dikarenakan alasan atau udzur tertentu hendaknya ia tetap melakukan shalatnya secara berjamaah karena keutamaan yang begitu besar. Adapun istilah untuk orang yang ketinggalan imam dalam sebagian raka’at shalatnya atau mendapati imam setelah satu raka’at atau lebih disebut sebagai masbuk.
Tata cara bagi orang yang masbuk untuk melakukan shalat yang tertinggal
- Apabila seseorang yang masbukmendapati imam dalam keadaan ruku’ kemudian dia sempat mengikuti imam untuk ruku’ maka dia telah mendapatkaan raka’at bersama imam berdasarkan pendapat mayoritas ulama seperti pendapat empat imam madzhab dan yang lainnya, bersandar pada sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
“Siapa yang mendapati ruku’ shalat bersama imam, maka ia mendapati (satu) rakaat.” (H.R. Bukhari dan Ahmad)
- Apabila seseorang yang masbukmendapati imam dalam keadaan setelah ruku’ seperti I’tidal, sujud atau duduk diantara dua sujud maka ia telah tertinggal rakaat tersebut berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
“Jika kalian datang untuk shalat sedangkan kami sedang sujud maka sujudlah dan janganlah kalian menganggapnya satu raka’at, siapa yang mendapati satu raka’at berarti ia mendapati shalat”. (H.R. Abu Dawûd dan hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah)
- Apabila seseorang yang masbuktertinggal beberapa rakaat dari sang imam, maka ia menyempurnakannya dengan menambah rakaat sesuai dengan shalat yang ia kerjakan setelah imam salam . Adapun tata cara menyempurnakannya sebagaimana dengan tata cara shalat tersebut tergantug dari shalat apa yang ia kerjakan.
- Apabila seseorang yang masbukmendapati imam dalam keadaan ruku’ atau sujud maka ia melakukan takbiratul ihram lalu bertakbir lagi setelahnya dengan takbir intiqal (hukumnya sunnah) untuk ruku’ atau sujud bersama imam. Adapun bila mendapati imam sedang duduk tahiyat awal atau akhir atau duduk diantara dua sujud maka cukup dengan takbiratul ihram saja kemudian duduk bersama imam tanpa takbir dan jangan menunggu imam berdiri pada raka’at berikutnya untuk berjamaah dalam sholat
- Apabila seseorang yang masbukmendapati imam masih berdiri dan belum melakukan rukuk, maka makmum masbuk tersebut takbiratul ihram kemudian membaca al fatihah , jika imam sudah rukuk sedangkan makmum masbuk belum selesai membaca al fatihah, maka makmum masbuk tersebut mengikuti gerakan imam sebagaimana penjelasan syaikh Muhammad bin shalih al utsaimin dalam majmu fatawa war rasail yaitu jika makmum masbuk masuk ke dalam shalat dalam keadaan imam sudah rukuk atau sebelum rukuk namun tidak memungkinkan untuk membaca al fatihah, maka kewajiban membaca al fatihah gugur
- Jika seorang yang makmummasbuk mendapati imam dalam keadaan pada rakaat terakhir dan sudah melewati rukuk rakaat terakhir maka :
- Jika makmum masbuktersebut tidak mengetahui akan adanya jama’ah yang lain maka makmum masbuk tersebut mengikuti sang imam dan masuk ke jama’ah tersebut
- Jika ia mengetahui akan ada jama’ah yang lain, hendaknya ia tidak masuk ke jama’ahtersebut namun ia shalat bersama dengan jama’ah yang lain baik jama’ah yang lain tersebut berada di masjid lain atau di masjid yang ia dapati imamnya sudah tasyahud akhir
- Duduknya makmum masbukdi akhir shalatnya imam (saat imam berada pada tasyahud akhir) mayoritas ulama syafiiyah berpendapat bahwa duduknya makmum ialahduduk iftirosy (seperti duduk pada tasyahud awal).
- Batasan teranggapnya seseorang mendapatkanshalat jama’ah atau tidak terdapat dua pendapat dalam masalah ini
- Pendapat pertama yang merupakan pendapat syafiiyyah dan hanafiyyah mengatakan bahwa seseorang yang mendapatkan shalat jama’ah ketika mendapatkan tasyahud akhir bersama imam. Dalil yang digunakan ialah berdasarkan hadits dari Abu Qatadahradhiyallahu anhu,
“Ketika kami akan shalat bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau mendengar orang-orang yang berteriak-teriak. Maka beliau bertanya: ada apa dengan kalian? Mereka menjawab: kami terburu-buru untuk mendapati shalat jama’ah. Nabi lalu bersabda: jangan lakukan demikian (terburu-buru). Jika kalian mendatangi shalat maka hendaknya bersikap tenang. Yang kalian dapati dari shalat jama’ah, maka ikutilah. Yang terlewat maka sempurnakanlah” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan :
Para ulama berdalil dengan hadits ini untuk mengatakan bahwa keutamaan shalat jama’ah didapatkan dengan didapatinya satu bagian dari shalat jama’ah. Karena Nabi bersabda: “Yang kalian dapati dari shalat jama’ah, maka ikutilah”. Beliau tidak merinci apakah yang didapatkan itu sedikit ataukah banyak” (Fathul Baari)
- Pendapat kedua yang merupakan pendapat hanabilah dan malikiyah mengatakan bahwasanya seseorang dikatakan mendapatkan shalat jama’ah ketika mendapatkan satu rakaatberdasarkan hadist,
“Barangsiapa yang mendapat satu raka’at dari shalat jama’ah, maka ia mendapati shalat jama’ah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah menguatkan pendapat yang kedua ini dikarenakan pendapat kedua lebih tegas, sementara pendapat pertama menggunakan dalil yang berupa muhtamal (kemungkinan).
- Bolehnya bermakmum dengan makmum yang masbukberdasarkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di majmu al fatawa, dengan syarat orang yang dijadikan imam tersebut merubah niatnyamenjadi imam dan yang mengikutinya menjadi makmum. Apabila makmum masbuk tersebut tidak merubah niatnya menjadi imam, maka berdasarkan pendapat imam Syafii dan yang lainnya shalatnya tetap sah.
Demikian yang dapat penulis haturkan pada kesempatan kali ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dan dapat diamalkan di kehidupan sehari hari. Penulis juga berharap dengan tulisan ini dapat memotivasi kita semua untuk semakin memperbaiki sholat kita dikarenakan shalat merupakan amalan pertama dari perkara ibadah yang akan dihisab di hari akhir nanti. Wallahu a’lam
Penulis : David Erlangga C. (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Pemurjaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.